Rabu, Desember 17, 2008

Ngantuk


Pagi ini, aku terlalu ngantuk untuk menulis. Terlalu ngantuk untuk berarsitektur.

Setelah semalaman harus berjaga demi mengejar deadline. Sekarang yang tersisa hanya ngantuk. Ngantuk menandakan otak ingin istirahat. Badan ingin istirahat.

~_~

Hoaahmm...

Dipaksa bagaimanapun. Otak ini tidak terputar untuk mengeluarkan ide...

Kosong...

Void...

Karena otak sedang kosong, void, istirahat dari arsitektur, di otakku muncul si orang penting, muncul rencana liburan, orang tua, kampung halaman dll, yang datang sekelebat, seperti sedang memberi tahu, bahwa kehidupanku bukan cuma di arsitektur, bahwa ada hal lain yang layak disejajarkan untuk dipikirkan.

Ketika otak sedang kosong, void, timbul pemaknaan baru akan hidupku sendiri.

Luar biasa si void ini. Kalau tidak ada dia, pasti otakku sudah meledak karena terforsir hanya untuk satu hal. Arsitektur.

Aku bersyukur bisa ngantuk...

Mari tidur sejenak dari arsitektur....

Selamat libur akhir tahun....

P.S. :Semoga dalam libur 2 minggu ke depan aku bisa nulis sesuatu...

Senin, Desember 15, 2008

Dosa

Minggu pagi...
Langit masih bergayut mendung, menampakkan wajah suram. Angin dingin yang membelai kulitku semakin memanjakan tidurku. Alarm yang kuset 06.30 sukses diacuhkan. Ya. Pagi ini aku berencana untuk ke gereja mengikuti misa pagi. Gereja kathedral "Roh Kudus" denpasar yang hanya berjarak 30 meter dari pintu kos-kosan yang berarti 'sangat dekat', semakin membuatku malas untuk bangun pagi. Akhirnya aku terbangun jam 08.50, 10 menit menuju misa kedua pagi ini. Dengan persiapan seadanya akhirnya aku berhasil mengikuti misa walaupun dengan setengah ngantuk, setelah hampir 3 minggu tidak ke gereja akibat tumbukan bertubi-tubi dari deadline yang mengakibatkan aku hampir tidak memiliki waktu pribadi.

...

Aku merasa berdosa, menempatkan kerjaan di atas Tuhan. Aku jadi berpikir, apakah menjadi arsitek akan selalu berdekatan dengan dosa? Berapa waktu yang dicurahkan untuk kerjaan dibanding untuk Tuhan?

...

[arsitek vs dosa]

"Mendesain berarti membuat dosa" Begitu kata seorang rekan. Ada benarnya menurutku, karena dalam satu tarikan pensil di atas kertas, seorang arsitek memikul tanggung jawab kepercayaan, keselamatan, dan kenyamanan beberapa (atau banyak) manusia. Human error tak mungkin dihindari, ada resiko arsitek melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian orang lain, yang bahkan mengakibatkan kehilangan nyawa. 

"Dengan pengalaman kita meminimalkan dosa yang kita buat." tutur sang rekan lagi. Memang, bersentuhan dengan tanggung jawab memiliki potensi untuk berbuat kesalahan, berbuat dosa. Kesalahan muncul karena pengalaman yang kurang dalam memetakan masalah. Karena itu slogan "life begins at 40" terasa sangat pas untuk arsitek. Umur dimana pengalaman dapat meminimalkan dosa

...

[Arsitektur vs dosa]

Arsitektur, sepanjang umur hidupnya juga tak luput dari dosa. Terkadang arsitektur sengaja tampil sebagai dosa untuk menggugah kemapanan yang terlanjur 'suci'. Le corbu, dosa atau suci? Minimalis, dosa atau suci? Dekonstruksi, dosa atau suci? Robinhood, dosa atau suci?

Dosa adalah void. Kekosongan yang diberikan sang arsitek untuk diisi dengan makna baru. Jika kosong adalah isi dan isi adalah kosong, apakah dosa arsitektur bisa menjadi arsitektur yang suci?

...

Pada akhirnya dosa menjadi sebuah arena pembelajaran untuk berarsitektur lebih baik, untuk menjadi manusia yang lebih baik, untuk dunia yang lebih baik.

Selamat Natal dan selamat berdosa...

Jumat, Desember 12, 2008

Overture 2008: regression


...
bukankah hidup ada penghentian
tak harus kencang terus berlari
ku helakan nafas panjang
tuk siap berlari kembali…
berlari kembali..
melangkahkan kaki
menuju cahaya
...
(sang penghibur-padi band)

agustus 2007....
Seorang calon sarjana baru melangkahkan kaki ke podium kehormatan di GSP UGM. Kebanggaan yang tersirat di wajahnya semakin disempurnakan ketika tali yang dibebani masa depan di atas topi dipindahkan, dan mendapatkan ijazah biru yang memuat pengakuan.

Kaki harus dilangkahkan...

september 2007...
Seorang sarjana baru mulai menjejakkan kakinya di ranah arsitektur. Kaki yang masih berdebu, belum dilindungi oleh sandal merek berkelas. Hanya sebuah keyakinan dan idealisme yang memberikan kepercayaan diri untuk berlayar di lautannya. Bekerja dalam kechaosan dan kekerasan dunia arsitektur kelas bawah. Membenturkan ide dalam kenyataan yang sangat membatasi, uang. Bermain dengan material yang sangat dekat dengan alam, kayu.

Kaki harus dilangkahkan...

maret 2008...
Seorang arsitek muda menjejakkan kakinya di tanah bali untuk mencari dirinya. Merasa sudah tahu banyak untuk mengetahui lebih banyak lagi. Terdampar di sebuah rumah di balik semak. Belajar bersetubuh dengan alam, menjilat lokalitas, bersenyawa dengan dna. Terkadang idealisme yang dibawa terbentur dalam desain. Perpustakaan kantor menjadi oase yang menyejukkan menggembirakan sebagai seorang yang haus akan keajaiban dunia luar. Mata lebih terbuka. Keinginan untuk mencari jati diri semakin berkobar dengan mempelajari jati diri orang lain, arsitek lain. Berbagai star architect dilirik untuk sekedar menyelami pemikirannya dan mencari inspirasi. Menggantung target untuk meledak.

Kaki tetap melangkah...

Penghujung 2008
Seorang arsitek yang merasa sudah belajar banyak bertemu dengan teman-teman di luar sana lewat dunia maya. Berbagi gossip, pengetahuan dan mimpi. Ilmu yang terlihat luas, semakin terlihat tak terbatas. Ilmu yang sudah dipelajari semakin terlihat sedikit. Menjadi bodoh. Flashback ke masa kuliah. Mencaritahu apa saja yang sudah dipelajari, ternyata nihil! Tidak pernah belajar selain di ruang kelas, yang itupun datang terlambat, tidur dan tidak memperhatikan. Lulus hanya dengan otak bermuatan kosong. Berkarya dengan sok idealis. Tertinggal dalam banyak hal.

Si arsitek itu sekarang, merasa saatnya untuk berhenti....

Si arsitek itu sekarang, merasa saatnya untuk mundur....

Tidak, bukan berhenti dan mundur dari dunia arsitektur. Bukan berhenti seperti saat spiderman yang ingin kehidupan normal seperti istilah dari blog seorang rekan. Si arsitek masih mencintai dunia ini, keteraturan dan kechaosannya.

Dia hanya ingin menempatkan dirinya kembali ke belakang. Menjadi mahasiswa arsitektur. Menjadi orang yang haus ilmu. Mengosongkan ruang otak untuk diisi banyak hal. Berhenti untuk berlari.

Seperti dalam arsitektur, ada ruang positif ada ruang negatif. Yin dan Yang. Isi dan kosong. Solid dan void. Ketika keduanya disandingkan akan menjadi harmoni yang maha dahsyat.

Mundur untuk maju....
Regression for an aggression....

Selasa, Desember 09, 2008

Koruptor Idiot


Di luar sana, tampak langit dibelai oleh kepekatan mendung sang awan. Membawa hujan untuk membasahi kulit bumi yang semakin keriput. Keanggunan ibu alam dalam merawat anak-anaknya itu hanya berjarak seberapa jengkal dariku, di batasi oleh jendela kaca, di dalam ruang ber-ac bernama ruang gajah.

Hari ini, satu periode supersibuk telah dilewati. Satu dari dua periode yang dijejali kedalam 17 hari menjelang libur akhir tahun. Kantor terlihat lengang, tak ada ketegangan seperti yang kemarin kulihat. Semua terasa santai.

Hari ini aku ada pengakuan. Aku mau mengaku kalau aku korupsi di kantor. Korupsi terhadap waktu kerja. Korupsi terhadap komitmen. Korupsi terhadap profesionalitas.

Mungkin karena hari ini serasa sebagai hari untuk mengambil nafas, hari ini sebagian waktu kerja kantor kupakai untuk membaca buku. Ya. Penurunan produksi karena waktu yang kucuri untuk membaca buku adalah korupsi. Yang artinya aku juga seorang koruptor!

Beberapa hari belakangan ini, aku memang sedang senang membaca, senang mencuri waktu untuk melihat keajaiban dunia luar, melihat sihir-sihir dari para penyihir, mencoba mempelajari mantera-manteranya, untuk memuaskan hasrat terpendam untuk menjadi penyihir bergelar arsitek.

Beberapa hari yang lalu aku membaca tracing eisenman. Konsep dekontruksi yang sangat mendarah daging pada karyanya. Konsep presence in absence yang menggambarkan kehadiran dari ditidak hadiran.

Kerja lagi...

Hari berikutnya karena penasaran dengan akar pemikiran eisenman, aku membaca tentang derrida, tentang konsep dekonstruksinya. Tentang pematahan ide metafisika barat untuk menjelaskan keberadaan 'being'. Tentang petanda dan penanda. Tentang differance untuk menggambarkan perbedaan dan penundaan makna didalam sebuah teks.

Lembur lagi....

Kemarin aku membaca tentand libeskind yang sangat mengidolakan void sebagai suatu kekosongan yang hampa. Void sebagai bagian dari arsitektur kontemplatif.

Tegang menjelang deadline.....

Hari ini aku membaca tentang tschumi. Tentang vector, envelopes, program dan context. Tentang requestioning. Tentang disprogramming, crossprogramming, dan transprogramming. Tentang superimposisi.

Limbung...

Terlihat sangat banyak yang kubaca? Kenyataannya, tak ada satupun dari ke empat buku itu yang kubaca selesai. Hanya sedikit yang kubaca dari sedikitnya waktu yang bisa kukorupsi. Dan itu hanya membuatku makin merasa bodoh, merasa idiot, merasa tidak tahu apa-apa dari sebegitu banyaknya ilmu dalam berbagai media di seluruh dunia. Merasa miris mengetahui tidak banyaknya waktuku untuk menyerapnya. 

Hari ini, buku steven holl tergeletak di mejaku, menanti untuk dicicipi. Ya, hanya bisa mencicipi, tidak bisa melahap akibat waktu yang tak bisa kompromi.

Pada akhirnya aku hanya seorang koruptor yang idiot

....

Di luar masih hujan, hanya membunuh waktu menunggu jam pulang kerja...

Rabu, Desember 03, 2008

Void....


Void is an empty space
-wikipedia-

Mulai hari minggu kemarin, si orang penting (baca "orang baik"-red) mengikuti sebuah training untuk pekerjaan barunya di sebuah kamp di jawa barat. Selama seminggu orang penting itu dikarantina dari segala macam dunia luar termasuk dari benda bernama handphone. Handphone yang selalu menjadi media aku dan si orang penting untuk bersapa harus ditahan sementara. Rutinitas untuk bersapa ikut lenyap. Sebuah bagian dari kehidupanku yang biasa ikut lenyap. Ketiadaan yang menyadari artinya ada, ketiadaan yang membuat biasa menjadi lebih baik dari tidak biasa....

void...

Semenjak bekerja di tempat bekerjaku yang sekarang. Lebih dari separuh waktu dalam sehari yang kumiliki adalah untuk bekerja. Untuk memakan ranting-ranting segar di dalam semak. Keseharianku semasa kuliah untuk bermain musik, jalan-jalan, wisata kuliner, pacaran, tidur siang tergantikan oleh pekerjaan yang memakan separuh hidupku. Sisa separuhnya hanya cukup untuk makan, telpon dan tidur. Kamar kos sematawayangku menjadi sebuah kemewahan. Kerinduan akan kesenangan masa kuliah, tergantikan dengan menonton tv (yang acaranya gak karuan) dan membaca. Paling tidak, aku bisa terus menambah ilmu dengan membaca walaupun banyak waktu yang hilang hanya untuk bekerja. Ketiadaan yang menimbulkan keberadaan lainnya....

void...

Arsitektur berkembang seiring sejarah kebudayaan manusia. Sejarah yang merupakan hasil dari proses mengingat tidak luput dari pelupaan. Budaya terus berkembang berangkat dari sejarah. Berangkat dari sebuah serial pelupaan dan pengingatan. Ketiadaan untuk diisi dan berkembang....

void...

Seorang peter eisenman suatu waktu berangkat ke sebuah kuliah tamu di kota yang jauh, dimana wajahnya tidak dikenal. Dia mengklaim pada penyelenggara kuliah bahwa peter eisenman tidak bisa hadir di kuliah tersebut, dan dia yang menggantikannya. Dan kuliahpun berjalan tanpa seorangpun tahu permainan peter eisenman.(dari buku 'tracing eisenman' -red). Sebuah kehadiran dari ketiadaan yang membentuk persepsi yang lebih murni....

void....

Blog yang menandakan sebuah ketiadaan dalam diriku untuk diisi...

void....

Selasa, Desember 02, 2008

Menarilah!



Sudah beberapa bulan aku ngeblog, tapi sepertinya blom pernah nunjukin hasil peras keringatku. Oke, untuk yang pertama kali aku pengen tak tampilkan sketsa photoshopku untuk sebuah project di Jakarta.

Bukan sebuah design yang rumit, hanya sebuah drop off, secuil dari seberapa-besarnya proyek ini. Hanya saja, desain ini menurutku sangat berkesan karena seperti pernah kuceritakan di post pertama tentang arsitektur lansekap, bahwa arsitektur lansekap bisa menjadi sebuah kritik terhadap building. Di sebagian-kecil inilah aku pertamakali menyalurkan sebuah kritik kedalam desain lansekap.

Sebagai gambaran, dropoff ini merupakan sebuah dropoff apartemen. Debu ujung jempol kaki seorang raksasa baru. Kapitalis. Raksasa ini berdiri di atas sebuah arogansi, sebuah ambisi. Sungguh ironis melihat perkembangan jakarta, dimana di satu sisi, perkembangan properti komersial dan kapitalis semakin berkembang, di sisi lain, berderetan rumah kumuh di pinggir ciliwung seakan tidak diperdulikan oleh para 'pengayom rakyat kecil' di atas sana. Kekayaan dan kemiskinan yang sangat kontras, membawa hirupan debu jakarta dalam dikotomi, kemakmuran atau kesengsaaraan.

Drop off yang diberi nama happy garden drop off dengan artwork berupa dancing tribe, dengan torch di tengah dan artwork kepala yang tertawa hadir dalam dikotomi. Sebuah sukacita, menyambut para penimbun harta dengan tarian sukacita, dalam sembah untuk manusia yang menyukai hormat, dan sekaligus menertawakan para manusia awan yang kaya harta namun miskin kebersamaan. Kesuka-citaan dalam tarian sebuah suku primitif, menunjukkan sebuah suka cita tanpa pandang harta, suka cita kebersamaan, kekayaan budaya dan sosial.


Semoga pesan dalam desain ini bisa sampai di hati manusia2 awan itu. Untuk lebih sensitif. Untuk lebih peduli. Untuk lebih baik. Menjadi orang yang baik....

It's a good things to be important, but more important to be good.....