Tak disangka ternyata aku duduk di belakang salah satu tokoh politik terkenal Indonesia, yaitu pak Amin Rais! Kesan yang timbul bukan "Ye ye, aku ketemu orang terkenal!", tapi : "Oalah orang terkenal di depanku ternyata pendek!" Ha ha ha ha....
Maaf pak,...
Tentu saja, seperti acara wisuda yang sudah pernah kulewati, acaranya sangat membosankan. Aku bahkan sempat nyaris tertidur beberapa kali, kalau saja yang duduk di belakangku bukan orangtua si "orang penting" tersebut. He he he....
Kemudian tibalah di suatu acara, salah satu wakil wisudawan untuk memberi sambutan. Seorang kartini muda, yang dengan bangga melangkah ke arah podium.
Setelah beberapa patah kata pembukaan konservatif dengan embel-embel yang saya cintai, hormati, dan banggakan, sang kartini muda memulai sambutannya mewakili wisudawan/i. Sebagai seorang sarjana sastra Indonesia, kata-kata yang mengalir begitu indah dan berkelas, istilah-istilah yang bahkan sangat jarang ditemukan di koran seperti dehumanisasi, liberalisasi, aktif-preventif dan banyak lagi kata yang berakhiran -asi dan -if. Dan tiap kali sang kartini muda itu melontarkan kata-kata saktinya, para wisudawan dan tamu bergemuruh dan bertepuktangan. Yang tentu saja membuat sang kartini muda semakin besar kepala dan semakin menaikkan volume suaranya seakan nggak mau kalah dengan gemuruh yang didengarnya. Isi sambutannya mengenai mimpi-mimpi untuk menguasai ilmu pengetahuan dan penerapannya di masyarakat. Aku menang! Mungkin itu yang dipikirkannya.
Tapi...
Sayup-sayup dan lumayan sering kudengar, gemuruh yang berasal dari gerombolan wisudawan/i, bukan hanya tepuk tangan, tapi juga sebuah teriakan " YA UDAH MBAK, CEPAT TURUN"
Setelah selesai memberi sambutan, sang kartini muda turun podium dengan bangga dan hidung yang mengarah ke langit diiringi gemuruh.....
Kesanku cuma, kasihan mbaknya....
Dia pintar, tapi tidak pada tempatnya. Yang terjadi barusan hanya pembodohan, arogansi, autis dan narsisme (ikut-ikutan pake kata sakti). Dia tidak sadar kalau tidak semua yang wisuda pintar dan memahami kata-kata itu.
Begitu banyak orang pintar di negeri ini, demikian juga yang bodoh. Tidak terjadi perkembangan di negara ini, karena yang pintar gengsi menjadi bodoh dan yang bodoh pesimis dan rendah diri untuk jadi pintar. Menurutku, semua orang pintar pada porsinya dan sekaligus bodoh pada porsinya.
Aku tidak mau jadi pintar atau bodoh. Aku cuma mau jadi orang baik. Kalau semua orang baik pasti dunia bisa menjadi tempat yang lebih baik untuk hidup. Kepintaran dicatat di dalam sejarah dunia, tapi kebaikan dipatri selamanya di dalam hati setiap orang yang menerima kebaikan.
Aku sedang berarsitek untuk mencari arsitektur yang baik yang terpatri secara personal, tidak harus dicatat sejarah.....
hmmm.....