Kamis, Juni 26, 2008

Ruang ternyaman



Tidak terasa sudah hampir 4 bulan aku mengais rejeki di sebuah studio desain dibalik semak di sanur, bali. Sudah 3 kali aku masuk keruang akuntan kantor untuk menanda-tangani sebuah kertas dan kemudian keluar dengan senyum selebar-lebarnya. HA HA HA HA!!!!! Aku tertawa keras didalam hati yang menurutku dengan energi tertawa sekeras aku akan bisa merobohkan bangunan kantorku dan menyapu siapapun yang berada di sekitarku dalam radius 10 kilometer!!!!

Sayang aku tidak cukup gila untuk mengeluarkan tertawaku itu, dan akibatnya semua makhluk dan benda disekitarku masih baik-baik saja. Paling orang-orang disekitarku cuma melirik dengan takjub, seakan berkata dalam hati "gila nih orang, senyum-senyum sendiri, ndeso banget, kayak gak pernah gajian aja"

Hah! Yang penting aku senang!

Kemudian aku teringat orangtuaku. Tak traktir pulsa ah, biar mereka bangga pada anaknya yang sudah bisa nyari duit sendiri. Ok! Begitu jam menunjukkan pukul 6 aku langsung cabut dengan motor supra x 125 ku yang menurutku agak sakit kurang istirahat. "Yah nanti giliranmu tak traktir, sekarang antar aku beli pulsa dulu. Ok?" kataku kepada motor sematawayangku agar dia tidak iri karena aku mentraktir orangtuaku. Walaupun sampai sekarang dia belum juga tak anter check-up. Haha! Sabar ya.

Setelah pulsa sukses terkirim, kemudian datanglah sms dari ibuku. "Makasih ya" Deg!! Tiba-tiba seluruh memori tentang ibuku menyerang otakku. Menampilkan adegan-adegan yang bernilai dari yang gembira sampai yang sedih. Satu sengatan ide tiba-tiba menyerang otakku. Ibuku ternyata juga arsitek!

Kenapa bisa begitu?

Bayangkan, seorang ibu, bisa menyediakan sebuah ruang untuk seorang calon bayi yang sangat rapuh, melindunginya dari bentuk sel hingga tumbuh menjadi calon manusia yang sudah siap menghadapi tidaknyamannya dunia. Sebuah ruang yang tidak hanya nyaman secara fisik, namun juga secara emosional. Ketika tiba di dunia, sang bayi menangis, apakah itu mengisyaratkan dia tidak rela dijauhkan dari kenyamanannya?

Sepanjang hidup dan sejarahnya, manusia selalu mencari "kenyamanan". Apakah ini sebuah nostalgia akan memori masa bayi seorang manusia? Yang jelas kata "kenyamanan" tidak akan pernah bisa dijelaskan secara objektif, akan selalu subjektif. Mungkin memasang kata "relatif" di belakang kata "kenyamanan" membuatnya menjadi lebih terbuka dan subjektif. Kenyamanan relatif. Relatif terhadap kenyamanan tubuh lain di luar tubuh sendiri. Dan relatif terhadap kenyamanan tubuh sendiri, karena kenyamanan absolut tubuh sendiri tak akan pernah tercapai dan selalu berubah-ubah.

Balik lagi, apakah kenyamanan ruang ibu merupakan kenyamanan absolut yang manusia cari? Apakah arsitektur merupakan upaya manusia mencari kenyamanan absolut seperti kenyamanan dalam ruang ibu? Apa sebenarnya kenyamanan itu?

Hmmm..... kalo bisa masuk lagi ke "ruang ibu" mungkin aku bisa menjawab apa arti kenyamanan relatif bagiku...

3 komentar:

Anonim mengatakan...

bang ...kapan giliran gw ditraktirnya :p

Anonim mengatakan...

kayaknya traktirannya belum nyampe ke jakarta juga ,,,,

subasuba mengatakan...

arsitekturisasi, bang?

hehehe.

tapi keren kejujuran senyum lebarnya nih. pas banget sama kondisi sekarang yang juga sedang menanti guyuran uang. hehehe.