Minggu, Juni 29, 2008

Hijau

Pernah dengar kata hijau? Dulu hijau 'hanya' sekedar warna. Salah satu warna dominan yang menghiasi wajah bumi selain biru. Warna yang segar, natural, menenangkan, kalem. Namun belakangan ini, hijau bukan hanya sekedar warna, makna kata hijau meledak, membesar, bermutasi menjadi makna yang semakin besar dan luas. Menjadi sebuah gaya hidup, filosofi, dogma yang mempengaruhi sedemikian banyak orang di seluruh bumi. Bahkan arsitektur juga tak luput dari 'tren' hijau ini.

Masih terbayang jelas, dulu, saat aku masih ingusan di 'rimba' kalimantan, tak sulit menemukan pohon-pohon besar, hutan yang luas, dan udara yang sedemikian segarnya hingga cukup dihirup sekali untuk mendapatkan kesegaran selama berminggu-minggu (hiperbolis memang, namun begitulah perasaan yang kualami). Sering sekali aku dan teman-teman 'rimba'ku bermain perang-perangan dengan biji karet, berlarian dengan ringannya diantara semak-semak dan pohon-pohon. Bersembunyi di balik daun-daun besar dan semak-semak liar yang tumbuh dengan bebasnya. Menjelajah hutan bak seorang petualang yang ingin menemukan sumber energi yang langka. Menantang arus di riam-riam yang cukup ganas. Menyebrangi sungai-sungai kecil yang dialiri air-air gunung yang segar. Menemukan danau kecil tersembunyi yang airnya sangat bening, sehingga dasarnya yang memang tidak terlalu dalam dapat terlihat jelas.

Namun sejak kalimantan yang perawan mulai di perkosa oleh perkebunan kelapa sawit dan penebang hutan liar, satu-persatu noda bermunculan, ribuan hektar hutan menjadi hutan kelapa sawit, diratakan, dibakar, ditebang, ditinggalkan, digerogoti, diperas, dinistakan, direndahkan, disia-siakan. Bencana asap semakin sering, banjir sudah menjadi rutinitas tahunan, dan banyak lagi bencana alam, ekonomi dan sosial yang diderita oleh masyarakat kalimantan.

Sebagai anak 'rimba' yang mencoba berarsitektur, hati dan otakku tercakar dengan kepedihan, ingin memberikan sesuatu kepada 'rimba'ku, dan memori masa kecilku. Aku ikut dirasuki oleh wabah 'hijau' supaya otakku yang kecil ini bisa berguna sedikit untuk tanahku. Salah satu alasan kenapa aku memilih untuk menjadi 'tukang kebun' daripada arsitek bangunan dan ingin belajar banyak dari 'tukang kebun senior'di sebuah rumah di balik semak,sanur.

Kata 'hijau' sungguh luar biasa dikembangkan oleh orang-orang arsitektur yang pintar di luar sana. Tak terhingga teknologi telah diciptakan untuk membuat arsitektur lebih memikirkan lingkungan, lebih bersahabat dengan alam. Dari lampu hemat energi, photovoltaic, atap rumput, hingga metode konstruksi yang hemat energi. Bangunan-bangunan dengan label 'hijau' berlomba-lomba dibangun oleh arsitek-arsitek ternama di seluruh belahan dunia. Sebuah tren yang positif (semoga saja). Suatu citra yang ingin kucapai sebagai arsitek sebelum aku datang ke sanur.

Di sanur, aku belajar tentang lokalitas, betapa hebatnya lokalitas, dan yang begitu luar biasa adalah betapa hijaunya lokalitas. Sebelumnya aku terlalu banyak melihat keluar, sehingga kejeniusan di dalam tubuh sendiri tidak terlihat. Dengan membawa nama 'lokal' segala sistem yang berjalan didalam suatu bangunan sangat harmonis dan sinergis dengan alam. Siklus-siklus yang telah ada sebelum bangunan tercipta tidak terganggu dengan adanya bangunan. Bahkan bangunan memiliki siklus sendiri. Tidak ada pemaksaan arsitektur, semua sangat 'normal'. Sensitif terhadap keinginan bumi yang dipijak, bukan hanya keinginan manusia. Aku menemukan bukan energi yang menjadi kata kunci dalam arsitektur hijau, tapi siklus. Siklus arsitekturlah yang harus direncanakan secara mapan, bumi-material-konstruksi-dekonstruksi-material-bumi. Entah itu menghabiskan energi banyak atau sedikit, jika sudah mengedepankan siklus yang hijau, bumi tidak akan menderita. Apakah ini hanya sebuah mimpi arsitektur idealis? Paling tidak wacana ini yang akan kupegang untuk berkarya dalam 'rimba' yang liar bernama arsitektur.

Beberapa waktu yang lalu aku menemukan sebuah image yang luar biasa di internet. Apa ini bisa dikatakan arsitektur hijau? Hmmmm.....



1 komentar:

HUELLAS EN LA ARENA mengatakan...

Espectacular, Saludos desde Chile